Revisi Kurikulum: Antara Harapan dan Tantangan
Seringnya pergantian kurikulum dinegeri ini dalam kurun
waktu dua dekade mulai dari Kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK), dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan suatu upaya pemerintah
untuk memajukan sistem pendidikan nasional. Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemdikbud) belum lama ini, membuka wacana mengenai akan
dicanangkannya perubahan kurikulum pendidikan nasional dan rencana
implementasinya pada tahun ajaran 2013/2014 dengan dalih eksistensi sistem
pendidikan saat ini, dinilai membosankan dan memberatkan siswa dan guru.
Secara konseptual, esensi yang terkandung dalam setiap
kurikulum diatas sangat efektif dan efisien untuk meningkatkan sistem
pendidikan dinegeri ini, namun dalam praktiknya guru sebagai pelaksana
pendidikan kurang responsif dengan perubahan tersebut dan merasa gerah dengan
tingginya intensitas perubahan kurikulum. Nampak jelas dari metode pembelajaran
yang diaplikasikan oleh kebanyakan guru yakni masih bersifat konvensional.
Malahan ada stigma yang mengatakan, semakin seringnya pergantian kurikulum,
semakin memusingkan pelaksana pendidikan.
Problematika
Kurikulum pendidikan memang selalu dinamis sesuai dengan
tuntunan perkembangan zaman. Apalagi sekarang teknologi informasi sudah berkembang
pesat, paling tidak, pelaksana pendidikan dapat memanfaatkan teknologi
informasi tersebut sebagai sumber belajar maupun media pembelajaran. Namun,
yang menjadi permasalahan mendasar adalah siswa di negeri ini sangat beranekaragam
etnis, strata sosial, kondisi ekonomi, serta tingkat intelektualitas siswa juga
berbeda. Begitu juga dengan sekolah, fasilitas dan tenaga pengajar juga
bervariasi menurut kondisi daerahnya. Didaerah urban, fasilitas pendidikan
cenderung komplit dan tenaga pengajar relatif proporsional dan sebagian besar
berkompeten terhadap mata pelajaran yang diampu, akan tetapi didaerah pelosok
kondisinya akan berbanding terbalik dengan didaerah urban.
Fakta tersebut nampak jelas dari eksistensi program SM3T
yang dirilis pada tahun 2011 oleh pemerintah berkolaborasi dengan beberapa
universitas yang berbasis IKIP dengan merekrut tenaga pendidik (fresh
graduate) Pulau Jawa untuk diterjunkan keberbagai sekolah di daerah NTT,
Aceh, dll yang masih kekurangan tenaga pendidik. Hal ini mengindikasikan bahwa
tenaga pendidik didaerah-daerah tersebut sangat minim dan tidak proporsional.
Kalau dinalar, tenaga pendidik saja kekurangan, bagaimana dengan fasilitas
sekolahnya? mungkin kondisinya lebih memprihatinkan.
Tujuan Pendidikan Nasional
Rencana goal utama kurikulum yang baru ini lebih diarahkan
ke tematik, dimana diharapkan dapat mengembangkan tiga kompetensi penting,
yakni perilaku, keterampilan, dan pengetahuan; selain itu, pendidikan karakter
akan lebih ditekankan pada jenjang pendidikan dasar, dan konsekuensi dari
manifestasi kurikulum baru, jumlah mata pelajaran akan berkurang dan pola
pengajarannya akan semakin mudah. Sayogyanya, tujuan tersebut tidak hanya
tertulis dalam kertas saja, akan tetapi butuh implementasi yang riil. Gencarnya
bentrok para pelajar baru-baru ini, sebaiknya pendidikan karakter/moral diterapkan
ke semua jenjang pendidikan, sehingga diharapkan mampu meredam tindak
kriminalitas pelajar.
Tujuan pendidikan
nasional seperti yang
termaktub dalam Undang Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yakni bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Hal ini jelas, selain tiga kompetensi yang menjadi
tujuan dari kurikulum baru tersebut, tak ketinggalan bahwa pendidikan moral
juga sangat penting untuk diimplementasikan, tidak hanya ditingkat sekolah
dasar saja, tetapi juga ditingkat sekolah menengah dan perguruan tinggi juga
perlu diterapkan.
Kalau ditinjau secara mendasar, sebenarnya tujuan pendidikan yang hendak dicapai pemerintah
Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, oleh karena itu pemerintah sejak orde baru telah
mengadakan perluasan kesempatan memperoleh pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini sesuai dengan
bunyi UUD
1945 pasal
31 ayat 1, yang menyatakan bahwa “Tiap-tiap warga Negara berhak mendapat
pengajaran”. Sehingga pemerintah perlu menyadari bunyi dan isi pasal ayat
Undang-Undang Dasar tersebut, yang mana setiap siswa di berbagai daerah berhak mendapatkan pengajaran yang
sama dan fasilitas pindidikan juga harus sama.
Rekomendasi
Perubahan kurikulum tidak semudah membalik kedua telapak
tangan, namun perlu pemikiran yang logis dan komprehensif sesuai dengan kondisi
riil yang ada, dimana selain berbagai dampak yang akan ditimbulkan, dirasa akan
pemborosan APBN. Justru dengan pergantian kurikulum baru, dimungkinkan akan
menambah permasalahan baru bagi guru dan siswa, walaupun cita-cita yang
diharapkan akan mempermudah pola pengajaran dan jumlah mata pelajaran akan
berkurang. Hal ini akan berakibat fatal seandainya pemerintah terlalu
tergesa-gesa untuk melakukan transformasi kurikulum.
Pemajuan sistem pendidikan alangkah baiknya dimulai dari
mendorong keberhasilan kinerja guru dengan meningkatkan kesejahteraannya.
Bagaimana guru akan mengajar dan mendidik secara maksimal, kalau
kesejahteraannya saja tidak memadai? Masih banyak guru-guru di negeri ini yang
ekonominya berada pada golongan menengah kebawah, sehingga perlu diberi
apresiasi yang tinggi akan komitmennya sebagai tenaga pendidik dan atas
pengabdiannya kepada negeri ini untuk memerangi kebodohan.
Peran guru sangat penting dalam peningkatan prestasi belajar
siswa, eksistensinya sejauh ini masih dipandang sebelah mata. Walaupun sudah
mulai dicanangkannya program sertifikasi, namun, kesejahteraan guru honorer
masih belum maksimal, karena masih banyak guru yang nyambi pekerjaan lain guna
memenuhi kebutuhan hidupnya. Seharusnya guru diberi apresiasi yang tinggi,
bukan malah dikesampingkan. Jelas, dari wacana perubahan kurikulum akan
menambah beban guru.
Perlunya peningkatan bantuan dana dari pemerintah untuk
dialokasikan ke sekolah-sekolah yang belum mempunyai fasilitas sumber belajar
dan media pembelajaran yang lengkap, guna memperlengkap dan menambah fasilitas
yang ada. Dengan fasilitas yang komplit, sumber belajar dan media pembelajaran
akan menunjang perolehan hasil belajar siswa, diharapkan kegiatan belajar
mengajar dikelas akan berlangsung secara kondusif. Misalnya dengan pemanfaatan
teknologi informasi sebagai media pembelajaran, sedikit banyak, akan memberikan
kontribusi terhadap generalisasi informasi yang disampaikan oleh guru, dan akan
mengurangi verbalisme siswa.