Permasalahan Pembelajaran PKN di Sekolah
Oleh: Talitha Syiva Bezza Al-Fauzani *)
Pendidikan Kewarganegaraan memiliki peran yang sentral dalam membangun kualitas pendidikan di Indonesia, meskipun selama ini memiliki kendala dalam proses implementasi. Kendala yang di alami pendidikan kewarganegaraan selama ini adalah pertama, pemerataan guru atau pendidik di setiap daerah, karena di daerah pinggiran seperti Kalimantan Utara, Papua dan daerah lain masih kekurangan guru. Kedua, kualitas guru atau pendidik yang belum memiliki 4 kompetensi (profesional, pedagogik, sosial, dan kepribadian), metode pembelajaran yang kurang kreatif (selalu menggunakan metode ceramah).
Apabila kendala tersebut dapat di antisipasi, maka pendidikan di Indonesia dapat membangun sumber daya manusia para pemuda atau peserta didik, sehingga dunia akan mengakui bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar bukan karena sumber daya alamnya, melainkan karena sumber daya manusianya. Yang menyebabkan pembelajaran PKn cenderung kurang menarik, dianggap sepele, membosankan, dan bermacam-macam kesan negatif lainnya. Masalah-masalah tersebut antara lain:
Kurikulum yang terlalu berat
Konten atau muatan kurikulum PKn untuk tingkat SD terlalu tinggi dibandingkan dengan tingkat kemampuan anak usia SD. Misalnya saja untuk materi kelas VI SD semester II. Contoh Standar Kompetensi: 2 Memahami sistem pemerintahan Republik Indonesia Kompetensi Dasar 1 : 2.1 Menjelaskan proses Pemilu dan Pilkada 2.2 Mendeskripsikan lembaga-lembaga Negara sesuai UUD 1945 hasil amandemen 2.3 Mendeskripsikan tugas dan fungsi pemerintahan pusat dan daerah. Materi-materi tersebut selain terlalu tinggi bagi siswa juga belum memiliki manfaat, urgensi, dan kegunaan bagi kehidupan siswa. Artinya kalaupun materi itu nanti dipelajari oleh siswa akhirnya sasaranya hanya pada aspek kognitif saja, tidak menyentuh kehidupan siswa
Kurangnya kemampuan dalam menangkap kata kunci dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Dalam melakukan penelaahan terhadap SK dan KD selama ini penulis sendiri masih banyak kekeliruan. Akibatnya apa yang disampaikan menjadi salah sasaran. Kesalahan tersebut misalnya terjadi pada Standar Kompetensi kelas VI semester I. Standar Kompetensi: 1 Menghargai nilai-nilai juang dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara Kompetensi Dasar: 1.1 Mendeskripsikan nilai-nilai juang dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara 1.2 Menceritakan secara singkat nilai kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara 1.3 Meneladani nilai-nilai juang para tokoh yang berperan dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara dalam kehidupan sehari-hari.
Karena kesalahan dalam menangkap esensi dari SK dan KD maka pembelajaran cenderung hanya mengarah pada pencapaian aspek kognitif. Seperti contoh SK dan KD di atas, selama ini penulis hanya menekankan pada bagaimana Proses Perumusan Pancasilanya saja (kognitif), sehingga ketika evaluasi pertanyaan yang muncul ya sekitar proses perumusan Pancasilanya, misalnya “siapa tokoh yang merumuskan, tanggal berapa, bagaimana bunyi rumusannya”.
Kondisi semacam ini menyebabkan kompetensi yang diharapkan dicapai oleh siswa justru terabaikan, misalnya bagaimana siswa mampu bagaimana menghargai perbedaan pendapat dalam suatu musyawarah, dan bagaimana meneladani nilai juang para tokoh yang oleh siswa dapat diaplikasikan dalam belajar. Dan ternyata ini juga terjadi pada tim penyusun soal Ujian tingkat Kabupaten. Padahal kata kunci dari SK dan KD tersebut (Menghargai dan Nilai-Nilai Juang) maka pembelajaran akan menekankan pada aspek Afektif dan Perilaku siswa.
Praktek Mengajar konvensional
Pembelajaran PKn selama ini lebih banyak berlangsung dengan pendekatan konvensional. Selama pembelajaran guru lebih banyak menggunakan metode ceramah dan Tanya jawab. Siswa hanya menjadi pendengar di dalam kelas, kemudian mengerjakan atau menjawab soal. Pembelajaran berlangsung monoton, dan guru menjadi satu-satunya sumber informasi. Selain itu, dalam pembelajaran jarang yang menggunakan media yang menunjang. Pembelajaran semacam ini jelas akan sangat membosankan dan tidak menarik.
Pembelajaran Tidak Realitas (kontekstual)
Materi PKn sebenarnya banyak yang bisa diajarkan sesuai realitas kehidupan siswa. Namun, dalam prakteknya karena sudah terbiasa mengajar dengan ceramah, akhirnya, semua materi disajikan dalam bentuk ceramah dan Tanya jawab. Akibatnya apa yang didapat siswa sekedar apa yang disampaikan oleh gurunya. Itupun kalau dapat terserap semua.
Penulis ambil contoh tentang materi kelas I semester II. Standar Kompetensi: 4 Menerapkan kewajiban anak di rumah dan di sekolah Kompetensi Dasar: 4.1 Mengikuti tata tertib di rumah dan di sekolah 4.2 Melaksanakan aturan yang berlaku di masyarakat. Materi ini sebenarnya sangat dekat dengan kehidupan siswa. Jika materi ini kemudian disajikan dengan ceramah saja, maka yang terjadi kemudian kompetensi yang terdapat dalam Standar Kompetensi tersebut tidak akan tercapai. Tujuan pembelajaran lagi-lagi hanya mengarah pada pencapaian kemampuan kognitif. Padahal materi ini menuntut adanya aplikasi, bukan sekedar teori atau penerapan, bukan hafalan.
Mengajar berdasarkan buku teks (Textbook centre)
Buku teks selama ini menjadi pegangan wajib. Jika kita mengajar hanya mengandalkan buku teks saja (tanpa menggunakan RPP) maka arah dan sasaran pembelajaran menjadi tidak fokus.
Evaluasi hanya mengarah pada aspek kognitif
Sebagai dampak dari kesalahan dalam menangkap esensi SK dan KD serta penggunaan metode ceramah yang menjadi andalan, maka hasil belajar yang diharapkan akhirnya hanya bermuara pada pengetahuan. Padahal hasil belajar seharusnya mencakup semua domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor.
*) Talitha Syiva Bezza Al-Fauzani
Mahasiswi PGMI IAIN Ponorogo
Pendidikan Kewarganegaraan memiliki peran yang sentral dalam membangun kualitas pendidikan di Indonesia, meskipun selama ini memiliki kendala dalam proses implementasi. Kendala yang di alami pendidikan kewarganegaraan selama ini adalah pertama, pemerataan guru atau pendidik di setiap daerah, karena di daerah pinggiran seperti Kalimantan Utara, Papua dan daerah lain masih kekurangan guru. Kedua, kualitas guru atau pendidik yang belum memiliki 4 kompetensi (profesional, pedagogik, sosial, dan kepribadian), metode pembelajaran yang kurang kreatif (selalu menggunakan metode ceramah).
Apabila kendala tersebut dapat di antisipasi, maka pendidikan di Indonesia dapat membangun sumber daya manusia para pemuda atau peserta didik, sehingga dunia akan mengakui bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar bukan karena sumber daya alamnya, melainkan karena sumber daya manusianya. Yang menyebabkan pembelajaran PKn cenderung kurang menarik, dianggap sepele, membosankan, dan bermacam-macam kesan negatif lainnya. Masalah-masalah tersebut antara lain:
Kurikulum yang terlalu berat
Konten atau muatan kurikulum PKn untuk tingkat SD terlalu tinggi dibandingkan dengan tingkat kemampuan anak usia SD. Misalnya saja untuk materi kelas VI SD semester II. Contoh Standar Kompetensi: 2 Memahami sistem pemerintahan Republik Indonesia Kompetensi Dasar 1 : 2.1 Menjelaskan proses Pemilu dan Pilkada 2.2 Mendeskripsikan lembaga-lembaga Negara sesuai UUD 1945 hasil amandemen 2.3 Mendeskripsikan tugas dan fungsi pemerintahan pusat dan daerah. Materi-materi tersebut selain terlalu tinggi bagi siswa juga belum memiliki manfaat, urgensi, dan kegunaan bagi kehidupan siswa. Artinya kalaupun materi itu nanti dipelajari oleh siswa akhirnya sasaranya hanya pada aspek kognitif saja, tidak menyentuh kehidupan siswa
Kurangnya kemampuan dalam menangkap kata kunci dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Dalam melakukan penelaahan terhadap SK dan KD selama ini penulis sendiri masih banyak kekeliruan. Akibatnya apa yang disampaikan menjadi salah sasaran. Kesalahan tersebut misalnya terjadi pada Standar Kompetensi kelas VI semester I. Standar Kompetensi: 1 Menghargai nilai-nilai juang dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara Kompetensi Dasar: 1.1 Mendeskripsikan nilai-nilai juang dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara 1.2 Menceritakan secara singkat nilai kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara 1.3 Meneladani nilai-nilai juang para tokoh yang berperan dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara dalam kehidupan sehari-hari.
Karena kesalahan dalam menangkap esensi dari SK dan KD maka pembelajaran cenderung hanya mengarah pada pencapaian aspek kognitif. Seperti contoh SK dan KD di atas, selama ini penulis hanya menekankan pada bagaimana Proses Perumusan Pancasilanya saja (kognitif), sehingga ketika evaluasi pertanyaan yang muncul ya sekitar proses perumusan Pancasilanya, misalnya “siapa tokoh yang merumuskan, tanggal berapa, bagaimana bunyi rumusannya”.
Kondisi semacam ini menyebabkan kompetensi yang diharapkan dicapai oleh siswa justru terabaikan, misalnya bagaimana siswa mampu bagaimana menghargai perbedaan pendapat dalam suatu musyawarah, dan bagaimana meneladani nilai juang para tokoh yang oleh siswa dapat diaplikasikan dalam belajar. Dan ternyata ini juga terjadi pada tim penyusun soal Ujian tingkat Kabupaten. Padahal kata kunci dari SK dan KD tersebut (Menghargai dan Nilai-Nilai Juang) maka pembelajaran akan menekankan pada aspek Afektif dan Perilaku siswa.
Praktek Mengajar konvensional
Pembelajaran PKn selama ini lebih banyak berlangsung dengan pendekatan konvensional. Selama pembelajaran guru lebih banyak menggunakan metode ceramah dan Tanya jawab. Siswa hanya menjadi pendengar di dalam kelas, kemudian mengerjakan atau menjawab soal. Pembelajaran berlangsung monoton, dan guru menjadi satu-satunya sumber informasi. Selain itu, dalam pembelajaran jarang yang menggunakan media yang menunjang. Pembelajaran semacam ini jelas akan sangat membosankan dan tidak menarik.
Pembelajaran Tidak Realitas (kontekstual)
Materi PKn sebenarnya banyak yang bisa diajarkan sesuai realitas kehidupan siswa. Namun, dalam prakteknya karena sudah terbiasa mengajar dengan ceramah, akhirnya, semua materi disajikan dalam bentuk ceramah dan Tanya jawab. Akibatnya apa yang didapat siswa sekedar apa yang disampaikan oleh gurunya. Itupun kalau dapat terserap semua.
Penulis ambil contoh tentang materi kelas I semester II. Standar Kompetensi: 4 Menerapkan kewajiban anak di rumah dan di sekolah Kompetensi Dasar: 4.1 Mengikuti tata tertib di rumah dan di sekolah 4.2 Melaksanakan aturan yang berlaku di masyarakat. Materi ini sebenarnya sangat dekat dengan kehidupan siswa. Jika materi ini kemudian disajikan dengan ceramah saja, maka yang terjadi kemudian kompetensi yang terdapat dalam Standar Kompetensi tersebut tidak akan tercapai. Tujuan pembelajaran lagi-lagi hanya mengarah pada pencapaian kemampuan kognitif. Padahal materi ini menuntut adanya aplikasi, bukan sekedar teori atau penerapan, bukan hafalan.
Mengajar berdasarkan buku teks (Textbook centre)
Buku teks selama ini menjadi pegangan wajib. Jika kita mengajar hanya mengandalkan buku teks saja (tanpa menggunakan RPP) maka arah dan sasaran pembelajaran menjadi tidak fokus.
Evaluasi hanya mengarah pada aspek kognitif
Sebagai dampak dari kesalahan dalam menangkap esensi SK dan KD serta penggunaan metode ceramah yang menjadi andalan, maka hasil belajar yang diharapkan akhirnya hanya bermuara pada pengetahuan. Padahal hasil belajar seharusnya mencakup semua domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor.
*) Talitha Syiva Bezza Al-Fauzani
Mahasiswi PGMI IAIN Ponorogo
1 komentar:
Bosan tidak tahu mau mengerjakan apa pada saat santai, ayo segera uji keberuntungan kalian
hanya di D*E*W*A*P*K / pin bb D87604A1
dengan hanya minimal deposit 10.000 kalian bisa memenangkan uang jutaan rupiah
dapatkan juga bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% :)
Post a Comment