Urgensi Konservasi Sumberdaya Alam Hayati
Tanggal 29
Desember, sebenarnya merupakan hari untuk memperingati keanekaragaman hayati
Internasional, sebagai salah satu hari perayaan
lingkungan hidup yang bertujuan untuk melestarikan keanekaragaman hayati. Namun, karena banyak negara
kesulitan secara teknis melaksanakan peringatan pada tanggal 29 Desember, yakni
bertepatan dengan liburan akhir tahun, sejak Desember 2000 disepakati tanggal
22 Mei sebagai hari internasional keanekaragaman hayati.
Sebelumnya hari Keanekaragaman Hayati
Internasional, pertama kali diperingati secara global pada tanggal 29 Desember
1993 berdasarkan penetapan Komite Kedua Majelis Umum PBB pada tahun 1993, yakni
bertepatan dengan pelaksanaan Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati.
Dewasa ini, perkembangan keanekaragaman
hayati cenderung menurun, bahkan beberapa jenis sumberdaya alam hayati sudah
dinyatakan punah. Dalam skala internasional, kayu hitam dan burung Dodop dari
Mauritius sudah punah dari muka bumi. Di Indonesia, Burung Gelatik populasinya
menurun. Sementara itu, Harimau Jawa dan Harimau Bali sudah dinyatakan
punah. Penurunan dan perusakan diduga juga terjadi pada jenis flora dan fauna.
Ekosistem hutan memiliki keanekaragaman
jenis dan genetika yang relatif tinggi. Akan tetapi, ekosistem hutan mendapat
tekanan terus-menerus, karena pemanfaatannya mengancam kelestarian keanekaragaman
hayati. Eksploitasi hutan melalui kegiatan pertambangan, konversi hutan,
pertanian dan perkebunan akan mengakibatkan berkurangnya plasma nutfah. Dengan
demikian, diperlukan adanya upaya perlindungan untuk mempertahankan agar
keanekaragaman genetik tetap tinggi sehingga pemanfaatannya tetap menggunakan
prinsip lestari.
Problematika
Masalah utama
dalam biodiversitas adalah turunnya keanekaragaman hayati akibat pencemaran
lingkungan hidup hayati. Lingkungan keanekaragaman hayati meliputi hutan, air,
tanah, udara, dan laut. Pencemaran dan kerusakan lingkungan hayati merupakan
penyebab turunnya keanekaragaman hayati. Secara umum, rusaknya suatu ekosistem
disebabkan oleh perusakan habitat, pembudidayaan spesies tertentu, polusi
zat-zat kimia, pemburuan liar, erosi tanah, dan inefisien usaha pencagaran.
Masalah dasar
kerusakan ekosistem ini adalah perubahan fungsi suatu ekosistem menjadi fungsi
lain. Hal-hal yang menyebabkannya antara lain penggundulan hutan, pembangunan,
dan pembuatan bendungan. Menurut data statistik kehutanan, pada tahun 1991 hutan
Indonesia seluas 141,8 juta hektar, akan tetapi pada tahun 2001, menjadi 108,6
juta hektar yakni turun 32,2 juta hektar. Hal ini mengakibatkan banyak spesies
punah.
Jumlah spesies
yang ada di bumi ini sangat beranekaragam. Hingga saat ini, diperkirakan ada
13.620.000 spesies dan 1.750.000 diantaranya sudah teridentifikasi. Dari
sekitar 12,8 % spesies yang telah teridentifikasi tersebut hanya sedikit yang
berguna bagi kehidupan manusia, misalnya seperti kelapa sawit, padi, tembakau,
bawang merah, sapi, ayam, dan lain
sebagainya.
Zat-zat
seperti CO2, SO2, CFC, NOX, N2O5,
dan CH4 dapat
menyebabkan pemanasan global, penipisan lapisan ozon, dan hujan asam. Zat-zat
tersebut dapat mempengaruhi ekosistem. Selain itu, limbah hasil industri, rumah
tangga, pertanian, peternakan, dan perikanan juga berpengaruh terhadap
ekosistem. Hal ini menyebabkan hanya spesies tertentu saja yang dapat hidup.
Terutama spesies yang dapat beradaptasi dengan lingkungan yang baru.
Pengambilan
SDA secara liar dapat mengurangi keanekaragaman hayati. Hal ini dapat berupa
pemancingan ikan, pemburuan hewan, dan penebangan hutan secara ilegal. Sampai
saat ini, di Indonesia tercatat pemancingan ikan ilegal mencapai 180 kasus per
tahun dan penebangan hutan secara ilegal mencapai 138 kasus per tahun.
Ekosistem yang
berada di air mencakup sungai, danau, air tawar, dan laut. Dalam ekosistem ini terdapat
berbagai jenis organisme seperti ikan, alga, dan terumbu karang. Akibat adanya
erosi tanah, kedalaman air semakin berkurang. Pendangkalan tersebut menyebabkan
wilayah untuk hidup semakin berkurang, sehingga organisme hidup terancam punah.
Tindakan
Konservasi
Perlindungan
terhadap keanekaragaman hayati dapat diwujudkan dengan mempertahankan fungsi
ekologi suatu kawasan untuk menunjang habitasi flora dan fauna. Usaha
perlindungan dilakukan terhadap ekosistem hutan beserta seluruh jenis dan
genetiknya. Konsep terbaru strategi konservasi dunia bertujuan untuk memelihara
proses ekologi yang esensial dan sistem pendukung kehidupan, mempertahankan
keanekaragaman genetik, dan menjamin pemanfaatan jenis ekosistem secara
lestari.
Undang-Undang
RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya, menjelaskan bahwa konservasi sumber daya alam hayati merupakan pengelolaan
sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk
menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan
kualitas keanekaragaman dan nilainya.
Konservasi
sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan perlindungan
sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa
beserta ekosistemnya, dan pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati
beserta ekosistemnya.
Usaha
untuk memperoleh manfaat yang setinggi-tingginya dari sumberdaya alam sering
mengakibatkan menurunnya kemampuan sumberdaya alam yang bersangkutan bahkan
terkadang dapat mengakibatkan kepunahan dari sumberdaya alam tersebut.
Belum
semua sumber plasma nutfah yang ada di sekitar kita dapat dimanfaatkan.
Dengan usaha penelitian yang lebih baik di masa depan akan diketahui sumber
plasma nutfah bagi manusia yang dikembangkan pemanfaatannya. Khususnya
pada beberapa sumberdaya alam yang kini sudah diketahui manfaatnya namun masih
belum dapat diolah atau dibudidayakan.
Masalah keanekaragaman hayati berhubugan dengan
segi ekologis, sosial, ekonomis maupun budaya. Namun, fungsi keanekaragaman
bertolak belakang dengan segi ekologi dan ekonomi. keduanya mempengaruhi
kehidupan sosial dan budaya. Oleh karena itu, upaya untuk menyelesaikan masalah
ini adalah mensinergikan antara segi ekologi dengan segi ekonomi. Hal-hal yang
dapat dilakukan adalah sebagai berikut: (i) adanya kesadaran untuk menjaga
lingkungan, (ii) mengembangkan agrowisata, (iii) melaksanakan pembangunan ramah
lingkungan, (iv) mengupayakan adanya ekoindustri,
(v) meminimalisir pemanfaatan plastik dan kertas, (vi) menggunakan sistem
pengelolaan hama terpadu, (vii) memaksimalkan sistem pencagaran baik secara in situ maupun ex situ.
Referensi:
Undang Undang
Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya
0 komentar:
Post a Comment