Kelangkaan Air di Indonesia
Sejak tahun 2003 terdapat 77%
kabupaten/kota di Jawa yang memiliki defisit air selama 1-8 bulan dalam
setahun. Sedangkan sebanyak 36 kabupaten/kota defisit air 5-8 bulan dalam
setahun (Suara Merdeka, edisi 31 Agustus 2012). Lebih lanjut dijelaskan bahwa defisit
air terjadi selama tujuh bulan pada musim kemarau. Sedangkan surplus air
berlangsung lima bulan pada saat musim penghujan. Pada tahun 2020 yang akan
datang, potensi air yang ada di Indonesia diproyeksikan hanya 35% yang layak
dikelola, yakni 400 m3/kapita tahun. Angka ini jauh dari standar
minimum dunia, yakni 1.100 m3/kapita/tahun.
Baru-baru ini, defisit air terjadi di
Waduk Kedungombo yang terletak diantara Kabupaten Boyolali dan Sragen, dimana
waduk ini yang difungsikan sebagai simpanan air, sekarang tidak lagi mensuplai
air menyusul kekeringan yang terjadi, sehingga sumber air Tuntang yang berada
di Kabupaten Semarang menjadi alternatif untuk mengatasi sementara kekurangan
air di beberapa wilayah di Semarang, (Suara Merdeka edisi 21 September 2012).
Permasalahan serupa juga terjadi di
Pekalongan, dimana ribuan warga Kecamatan Lebakbarang, Kabupaten Pekalongan,
Jawa Tengah terancam tanpa penerangan listrik karena delapan pembangkit lisrik
tenaga mikro hidro (PLTMH) terganggu akibat debit air sungai menyusut di
wilayah itu (ANTARA News 8 September 2012). Di Jawa Barat juga terjadi
permasalahan kekeringan, dimana sekitar 55.000 hektar sawah mengalami kekeringan
yakni berada di Kabupaten Ceribon, Sukabumi, dan Subang (Tempo 6 September
2012).
Selain berpengaruh pada sektor pertanian,
kekeringan juga berpengaruh terhadap sektor perikanan, dimana akibat musim
kemarau yang panjang di sejumlah wilayah Pulau Jawa menyebabkan sebagian besar
petambak mengalami kerugian, hal tersebut disampaikan oleh Organisasi tani dan
nelayan, Kontak Tani dan Nelayan Andalan KTNA (BBC 15 September 2012).
Tinjauan Teoritis
Ditinjau secara konseptual, kekeringan
merupakan keadaan kekurangan pasokan air pada suatu daerah dalam periode waktu
yang berkepanjangan, bisa beberapa bulan hingga bertahun-tahun. Biasanya
kejadian ini muncul bila suatu wilayah secara terus-menerus mengalami curah
hujan di bawah rata-rata. Musim kemarau yang panjang akan menyebabkan
kekeringan karena cadangan air tanah akan habis akibat evaporasi, transpirasi,
ataupun penggunaan lain oleh manusia.
Kekeringan dapat menjadi bencana alam
apabila mulai menyebabkan suatu wilayah kehilangan sumber pendapatan akibat
gangguan pada pertanian dan ekosistem yang ditimbulkannya. Dampak ekonomi dan
ekologi kekeringan merupakan suatu proses sehingga batasan kekeringan dalam
setiap bidang dapat berbeda-beda. Namun demikian, suatu kekeringan yang singkat
tetapi intensif dapat pula menyebabkan kerusakan yang signifikan.
Kekeringan merupakan salah satu bencana
alam yang dampaknya sangat dirasakan oleh masyarakat terutama petani. Terlebih
lagi bencana kekeringan mengakibatkan kurang tersedianya air bersih untuk
keperluan sehari-hari bagi masyarakat. Pada tahun 1997 pada saat fenomena
EL-Nino kuat sekali, mengakibatkan kekeringan diseluruh wilayah Indonesia. Bencana
kekeringan, selain diakibatkan oleh kurangnya curah hujan, juga dapat
diakibatkan oleh kurangnya daya serap air. Kurangnya daya serap air dipicu oleh
perubahan tata guna lahan dari kawasan hutan berubah menjadi kawasan industri,
perumahan dan lain-lain. Sehingga kadar air tanah pada satu kawasan tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan kegiatan pertanian dan kebutuhan air bersih sehari-hari.
Kondisi Iklim di Indonesia
Wilayah Indonesia berada pada posisi
strategis, terletak di daerah tropis, diantara Benua Asia dan Australia,
diantara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, serta dilalui garis katulistiwa,
terdiri dari pulau dan kepulauan yang membujur dari barat ke timur, terdapat
banyak selat dan teluk, menyebabkan wilayah Indonesia rentan terhadap perubahan
iklim/cuaca.
Keberadaan wilayah Indonesia sebagaimana
tersebut, kondisi iklimnya akan dipengaruhi oleh fenomena El Nino/La Nina yang
bersumber dari wilayah timur Indonesia (Ekuator Pasifik Tengah/Nino34) dan
Dipole Mode bersumber dari wilayah barat Indonesia (Samudera Hindia barat
Sumatera hingga timur Afrika), disamping pengaruh fenomena regional, seperti
sirkulasi monsun Asia-Australia, Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis atau Inter
Tropical Convergence Zone (ITCZ) yang merupakan
daerah pertumbuhan awan, serta kondisi suhu permukaan laut sekitar wilayah
Indonesia.
Berdasarkan data yang dilaporkan oleh BMKG
(2012), prakiraan hujan bulan September 2012, di wilayah Indonesia umumnya
kurang dari 151 mm, meliputi sebagian Sumatera bagian utara dan selatan, Jawa,
Madura, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, sebagian besar
Kalimantan, sebagian besar Sulawesi, sebagian besar Maluku Utara, sebagian
besar Maluku, Papua. Lebih lanjut dijelaskan bahwa sifat hujan bulan September
2012 di wilayah Indonesia diprakirakan umumnya Normal (N) dan beberapa daerah
Atas Normal (AN). Daerah yang diprakirakan sifat hujan Bawah Normal (BN), meliputi
sebagian besar NAD, sebagian Sumatera bagian selatan, sebagian Riau bagian
utara, sebagian Sumatera Barat bagian selatan, sekitar Kerinci, sebagian
Bengkulu bagian utara, sebagian Lampung bagian utara, sekitar Bandar Lampung,
sebagian besar Banten, sebagian besar Jawa Barat, sekitar Semarang, Pati,
sekitar Sumbawa, Ruteng, Soe, atambua, sekitar Samarinda, sekitar Gorontalo,
Luwu.
Menyikapi Dampak Kekeringan
Dari berbagai dampak yang ditimbulkan oleh
kekeringan, diperlukan suatu upaya untuk menanggulanginya, apabila hal tersebut
tidak memungkinkan, paling tidak, ada suatu alternatif untuk beradaptasi dengan
kondisi yang demikian. Salah satu solusi dalam bidang pertanian, yakni perlunya
informasi spasial tentang indeks kekeringan, karena dengan informasi ini dapat
ditentukan pola tanam, pemilihan varietas yang cocok. Informasi indeks
kekeringan dapat dibuat berdasarkan karakteristik iklim seperti pola hujan
bulanan, suhu udara, penguapan dan sifat fisis tanah itu sendiri. Informasi
lain yang penting adalah informasi ketersediaan air tanah. Dengan informasi ini
dapat direncanakan budidaya tanaman dan tataguna lahan.
Selain itu, dampak kekeringan juga
mengkover kebutuhan sehari-hari masyarakat. Seharusnya ketika musim kemarau
tiba, masyarakat dihimbau supaya tidak memanfaatkan air yang tidak higenis,
karena akan berdampak pada terganggunya kesehatan. Dalam hal ini, pemerintah
harus tanggap dengan kondisi yang demikian, agar segera memberikan suplai air
bersih kepada masyarakatnya yang dilanda kekeringan. Paling tidak, pemerintah
dapat memberikan solusi terhadap permasalahan tersebut, misalnya dibuatkan bak
penampung air hujan, embung, dan kolam penyimpanan air.
Referensi:
Anonim, 2012, Petambak Merugi Akibat
Kekeringan (internet), BBC 15 September 2012, <http://bbc.co.uk>, (Diakses 24 September 2012)
Ariwibowo AA., 2012, Kekeringan di
Pekalongan, Ribuan Warga tanpa Listrik (internet), ANTARA news 8 September
2012, <http://antaranews.com/>,
(Diakses 21 September 2012)
Bambang dan Isti, 2012, Jika Kekeringan
Berlanjut, Tuntang Jadi Andalan PDAM (internet), Suara Merdeka edisi 21
September 2012, <http://suaramerdeka.com/>,
(Diakses 24 September 2012)
Saktia, Andri, Susilo, 2012, Kekeringan,
Indonesia Defisit Air, Suara Merdeka edisi 31 Agustus 2012
<http://suaramerdeka.com/>, (Diakses 23 September 2012)
Syailendra, 2012, 120 Ribu
Hektar Sawah Kekeringan (internet), Tempo 6 September 2012, <http://tempo.co/>, (Diakses 24 September 2012)
0 komentar:
Post a Comment